Seni & Budaya

Napak Tilas Prasejarah Manusia Purba Di Goa Pawon, Padalarang

Terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, ternyata terdapat keindahan purbakala yang tersembunyi di balik bukit yang tergerus pertambangan batu yaitu situs Goa Pawon. Goa Pawon memang kalah tenar dengan objek wisata di Bandung lainnya seperti lokasi wisata Kebuh Teh di Lembang, Kawah Putih di Ciwidey atau Lodge Maribaya. Tapi jangan salah dulu, jika kalian tahu situs prasejarah yang ada di Goa Pawon, dipastikan kalian akan menyempatkan diri untuk langsung datang ke lokasi wisata yang satu ini.

Jika dari Jakarta, kalian bisa masuk lewat gerbang tol Cipularang dan keluar di gerbang tol Padalarang, lalu kalian bisa langsung mengambil arah ke Cianjur dan akan memasuki wilayah Desa Ciburuy yang masih masuk dalam kecamatan Padalarang. Dari sana kalian bisa tanya ke penduduk setempat lokasi wisata Goa Pawon atau menggunakan Google map.

Setelah sampai, kalian akan disambut dengan gapura bertuliskan “Situs Sejarah Goa Pawon”. Dari sana, kalian harus melewati sebuah jalan panjang yang tidak terlalu lebar dengan kondisi aspal yang cukup rusak. Mungkin ini dikarenakan banyaknya truk pengangkut batu kapur yang sering pulang pergi melewati jalan tersebut. Sebenarnya ada alternatif lain untuk sampai ke pintu loket Goa Pawon yaitu dengan naik ojek atau menggunakan kendaraan roda empat seperti bis berukuran sedang, dan mobil pribadi. Oh iya, tidak menutup kemungkinan juga apabila kalian ingin berjalan kaki dari gapura menuju Goa Pawon karena pemandangan yang ditawarkan juga cukup menarik.

Foto @febe_shinta

Tiket masuk nya sendiri sebesar Rp5.000,-/orang diluar biaya parkir kendaraan dan jam operational nya dari jam 06.00 hingga 17.00.

Dengan ditemani oleh guide, kalian bisa langsung treking untuk masuk ke dalam mulut goa dengan menaiki anak tangga yang terbuat dari batu kurang lebih 150 meter.

Foto @febe_shinta

Untuk masuk lebih dalam, tubuh kalian harus menunduk karena celah vertikal goa yang lumayan sempit dan masuk satu per satu secara bergantian.

Foto @febe_shinta

Setelah melewati mulut goa, kalian akan melihat sebuah jendela alami yang sangatlah besar yang biasa disebut sebagai “Ruang Lawa”. Sepanjang jalan sampai ruang ini, akan tercium bau kotoran kelelawar yang menyengat karena memang tempat itu dijadikan hunian bagi kelelawar Pedan Jawa atau “Nycteris Javanica”.

Foto @febe_shinta

Setelah puas berfoto, kalian bisa langsung bergegas menuju ruang berikut nya dengan menaiki 5 anak tangga. Ruang ini merupakan tempat ditemukannya kerangka manusia purba kurang lebih berusia 5.600 hingga 9.500 tahun silam yang lalu. Disinilah kalian bisa melihat dari atas kerangka manusia purba dengan posisi meringkuk dengan lengan di sisi badan nya yang berada di bagian tengah goa yang memiliki kedalaman kurang lebih 2,45 meter. Posisi kerangka ini lumayan menjorok ke dalam tapi sudah terbilang aman karena dibatasi oleh pagar besi.

Foto @febe_shinta

Nama Pawon sendiri jika di artikan dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “Dapur”. Nama ini ditetapkan karena para peneliti banyak peralatan dapur dan lain sebagainya seperti anak panah, pisau, penyerut, gelang batu, batu asah dari zaman Preneolitik dengan bahan obsidian, kalsidon, kwarsit, rijang, dan andesit.

Foto @febe_shinta

Oh iya, di tempat ini kalian tidak akan mencium bau kotoran kelelawar melainkan akan merasakan angin sejuk yang berhembus dari celah celah di bawah Goa Pawon.

Foto @febe_shinta

Layaknya rumah sendiri, manusia prasejarah di Goa ini juga memiliki jendela besar yang menghadap ke utara atau biasa dikenal sebagai 3 jendela alami.

Foto @febe_shinta ( Jendela 1 )
Foto @febe_shinta ( Jendela 3 )

Untuk fasilitas nya sendiri, di dekat pintu masuk tersedia warung kecil dari penduduk setempat dan dibawah juga tersedia Masjid dan toilet untuk dipergunakan oleh para pengujung. Bukan hanya itu, disini juga tersedia saung yang lumayan besar dan bisa memuat kurang lebih 100 orang.

Nah, betapa tua usia Goa Pawon ini ya gaes jika dilihat dari jejak sejarah yang ditinggalkan. Tapi sangat disayang kan, lokasi wisata ini seakan dikelilingi oleh alat berat dan truk besar yang mengeruk bebatuan kapur. Jika tidak ada perhatian serius, maka tidak menutup kemungkinan objek wisata prasejarah ini akan hilang karena termakan oleh kepentingan ekonomi sesaat.

Foto @febe_shinta

Febe Shinta

Hi, I'm Febe Shinta! Author of this blog. Please enjoy!

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button
error: Content is protected !!